Semarang
– Gelombang aksi unjuk rasa yang berujung pada perusakan fasilitas umum
belakangan ini memantik perhatian serius dari kalangan akademisi. Dosen
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Prof. Dr. Rahayu, S.H., M.Hum.
menjelaskan bahwa demo untuk menyampaikan pendapat merupakan hal yang
biasa, merupakan bagian dari hak asasi. kebebasan berpendapat merupakan
hak konstitusional warga negara yang dijamin Undang - Undang. Namun, ia
mengingatkan bahwa Ketika terjadi peningkatan eskalasi yang bukan dari
pendemo dengan merusak dan membuat kerusuhan tidak bisa ditolerir dan
harus ditindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Demonstrasi
yang terjadi kemarin adalah hal yang biasa, mereka punya hak untuk
mengekspresikan pendapat dimana di awal berlangsung aman dan berjalan
dengan baik karena dijaga, difasilitasi sesuai dengan kesepakatan ijin
yang diberikan, Akan tetapi, ketika aspirasi disampaikan dengan cara
merusak fasilitas umum atau mengganggu ketertiban, mestinnya aparat
kepolisian memiliki kewenangan untuk mengambil langkah tindakan tegas
sesuai dengan SOP yang berlaku,” tegasnya saat ditemui di kampus Undip
Tembalang Semarang, Selasa (16/9).
Lebih lanjut, Dosen Fakultas
Hukum tersebut menilai bahwa aparat kepolisian memiliki kewenangan untuk
mengambil langkah tegas sesuai dengan SOP dalam menjaga situasi agar
tetap kondusif. “Penegakan hukum harus dilakukan secara profesional
supaya menjadi efek jera kepada masyarakat yang merusak dan berbuat
anarkis,” jelasnya.
Terkait reformasi Polri yang menjadi salah
satu tuntutan masyarakat dalam 17+8 aspirasi dan desakan rakyat yang
beredar pada unjuk rasa, Prof Rahayu memberikan tanggapan bahwa
Reformasi Polri sudah dimulai sejak tahun 2002 dimana sekarang sudah
menjadi sipil bukan lagi militer.
“Reformasi setuju tapi bukan
kemudian dari nol, karena apa yang dilakukan polisi selama ini sudah
bagus, kita evaluasi aja mana yang harus dibenahi,” imbuhnya.
Kedepannya
polisi diminta untuk lebih humanis dengan pendekatan kepada masyarakat
misal kegiatan polisi sahabat anak dengan merubah paradigma anak kecil
yang takut saat melihat polisi seperti saat demo dibarisan terdapat
aparat kepolisian tidak bersikap arogan, melakukan kekerasan kecuali
aksi merusak dan melakukan penyerangan maka dilakukan tindakan sesuai
dengan SOP yang ada di lingkungan Polri.
“Untuk mengurai massa itu
kan SOP nya, mestinya masyarakat juga paham terkait apa yang dilakukan
polri dalam mengurai massa yang merusak,” Jelasnya.
Prof Rahayu
berharap polri lebih mendekatkan diri, mengenalkan kepada masyarakat
tentang apa yang dilakukan tidak hanya mengurusi kriminalitas menangkap
pencuri banyak hal yang dilakukan seperti para bhabinkamtibmas dengan
segala aktifitas di wilayahnya, beliau juga menekankan tentang fokus
untuk menjalankan tupoksinya dalam menjaga kamtibmas.

